• Bersama Peserta LK III Sulselbar dari Berbagai Cabang di Indonesia
  • Peserta LK II Bersama Kakanda Ir. H. Abd. Kahar Muzakkar (Anggota DPD RI)
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Berbagai Cabang diIndonesia
  • Peserta LK I Bersama Pengurus Komisariat Periode 2011-2012
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Kakanda Akbar Tandjung
  • Peserta LK II HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Angkatan I HMI Kom. Stikes NHM Bersama Kanda Ryza Fardiansyah (Ketum HMI Cab. Makassar Timur Periode 2010-2011)
  • Peserta Gender Camp dari Berbagai Komisariat Sejajaran Makassar Timur yang diadakan di Ta'deang Maros
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Bersama Kakanda Akbar Tandjung

Jumat, 07 Oktober 2011

HMI ; Organisasi Besar yang Lamban dan Tersandera oleh Zaman


Sebagai organisasi Mahasiswa Islam terbesar HMI di usia yang ke-64 tahun telah mengukuhkan posisinya pada kondisi yang mapan, namun demikian mapannya usia HMI tentu akan melahirkan dua hal yang akan memberi warna dan saling bertolak belakang, disatu sisi HMI akan semakin kokoh secara institusional dan dinamis, namun disisi lain karena didasari nama besar dan proses perjalanan sejarahnya HMI hari ini cenderung menjadi lamban dan bergerak ditempat. Selain itu sikap establish yang lahir dari kebanggaan sejarah lampau kiprah HMI mengakibatkan HMI hari ini cenderung tampil dalam kesadaran palsu.

 Sejak HMI didirikan di Jokyakarta oleh lafran pane 5 Februari 1947 HMI telah mengambil sikap yang tegas dan mentahbiskan dirinya sebagai kelompok yang mendorong dua hal, tanpa bermaksud menyederhanakan makna dua hal itu antara lain komitmen untuk mendorong kepentingan keumatan dan komitmen kebangsaan. Dua komitmen ini yang kemudian membuka ruang yang dinamis bagi kiprah HMI, apalagi HMI sangat menjujung pluralisme, HMI tidak mempersoalkan aliran dalam Islam, HMI tidak terjebak pada tarik ulur pengelompokan ummat Islam yang cenderung mempertentangkan Majhab dan aliran. Akibatnya HMI menjadi dinamis dan lahan subur bagi tumbuhnya gagasan-gasan Islam yang mewakili kemoderenan zaman. Singkatnya dalam perjalanan usianya HMI telah memberi banyak kontribusi bagi dinamika keumatan dan kebangsaan.

Namun kemudian layaknya sebuah organisasi kader yang mengkayuh dari zaman ke zaman, HMI tidak lepas dari pasang surut. Bahkan akibat beban sejarah yang banyak mendorong kiprah HMI pada ranah politik, dampaknya hari ini HMI dan kader-kadernya sangat politikal oriented. Sikap kader HMI yang sangat politik oriented ini melahirkan tampilan organisasi yang pincang dan kian hari menjadi dijauhi oleh basis di Kampus-kampus. Apalagi saat ini organisasi Islam yang tumbuh dan berkembang bukan hanya HMI. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan tampilan organisasi yang tidak pernah berubah padahal zaman mau tidak mau memaksa setiap individu maupun organisasi untuk berubah. Ringkasnya kian lama HMI semakin kehilangan relevansinya, HMI sudah tidak kompetibel dengan zaman.

Kerasnya arus globalisasi yang melahirkan berbagai trend dan tuntutan zaman menjadikan HMI kian tertinggal dengan cara-cara berpikir lama dan hanya berpikir politik structural. Pada hal faktanya dalam dunia yang kian menjadi kapitalis poilitik harus dibarengi kesiapan financial yang cukup, sementara kader HMI tidak siap secara financial. Ribuan kader HMI terlanjur melirik politik pada satu sisi dan meninggalkan sisi professional.

Imbasnya secara menyeluruh HMI menjadi semacam sekedar gerbong penghasil para politisi yang tidak kreatif dan hanya berpasrah dan berharap menjadi politisi tanpa memikirkan bahwa politisi hari ini adalah politisi yang harus kuat secara financial. Pada hal sesungguhnya jika kita melihat makna filosofis pengkaderan di HMI, HMI adalah organisasi yang idealnya mengarahkan kadernya untuk berkiprah pada berbagai bidang dan profesi. Trend hari ini adalah ternd wirausaha yang mau tidak mau kalau HMI tidak berupaya melirik ini, HMI akan tertinggal. Sebab kalau pun harus jadi politisi kader HMI tidak bisa hanya mengandalkan modal sekadar menjadi organisatoris yang baik.

Kondisi ini sesungguhnya telah meresahkan banyak kalangan di HMI, bahkan akibat terjadi pergeseran paradigma ini cak Nur sempat melontarkan kekesalannya, bahwa ? Bubarkan saja HMI?. Menurut Azumardy Azra jika HMI tidak berani untuk menguliti dirinya dan melakukan Reaasesment total terhadap keberadaan dirinya, maka HMI akan sulit untuk bertahan.

HMI secara institusi bukannya tidak menyadari ini, namun kuatnya mind set politik yang telah menjadi semacam trend budaya dalam organisasi mengakibatkan tampilan HMI hari ini menjadi semacammacan ompong yang Cuma bisa mengaum tapi tidak berdaya untuk menggigit.
Prinsipnya HMI harus berubah, cara pandang politik di HMI harus digeser pada ranah politik intelektual, HMI tidak boleh masuk pada ranah politik praktis sebab HMI adalah organisasi kader bukan organisasi politik. Sudah saatnya orientasi kader-kader HMI diarahkan pada berbagai segi. HMI harus mampu beradabtasi dan menjadi kreatif ditengah perubahan yang kian cepat .

Dari semua gambaran di atas sesungguhnya jika HMI ingin tetap bertahan HMI harus berani melakukan Reassesment total terhadap dirinya. Setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan

1.      HMI harus merombak secara total pola pengkaderan yang ada saat ini, sebab kurikulum yang ada sudah tidak kompetibel dengan abad 21 dimana HMI terjebak hari ini
2.      HMI adalah organisasi mahasiswa, otomatis basisnya adalah kampus, HMI harus dikembalikan ke Kampus. Konsep Back to Campus bukan sekedar diwacanakan tapi harus diimplementasikan ke dalam kampus. HMI harus mampu menjadi organisasi yang tidak hanya membentuk kader-kadernya pada satu tipe (baca poiltik) tapi lebih terbuka sehingga mahasiswa mau melirik HMI. Karena tuntutan zaman saat ini mendorong setiap orang untuk lahir sebagai orang-orang yang professional. Kalau HMI tidak menawarkan kemandirian dan penguatan profesionalisme bagi mahasiswa di kampus, maka wajar kalau HMI tidak lagi menarik
3.      HMI harus melakukan modernisasi organisasi, modernisasi yang dimaksud mencakup system, manajemen dan gaya kepemimpinan. Dalam era moderen kepemimpinan, manajemen dan system dalam pengelolaan organisasi harus mampu menghadirkan ruang efektifitas dan efisiensi. Trend perkembangan teknologi informasi dan komunikasi harus diimplementasi dalam pengelolaan oragnisasi. HMI harus mulai berani bicara kesenjangan digital, bicara teknologi bahkan mungkin HMI harus berani melakukan digitalisasi didalam organisasinya

Kalau ini tidak dilakukan maka, HMI akan tampil sekedar menjadi organisasi yang tidak lagi memberi makna bagi bangsa dan ummat, malah justeru menjadi beban. Seperti tadi sudah saya katakan diawal bahwa HMI ibarat macan ompong hanya bisa mengaum tapi tidak bisa menggigit, ini sebuah otokritik bahwa kalau HMI ingin mengembalikan misi organisasi pada khitah HMI, maka HMI harus berani menerima ini sebagai cambuk. Kami menyadari bahwa keresahan ini bukanlah monopoli tunggal, tapi semua kader HMI memiliki keresahan yang sama, semoga apa yang kami sampaikan dalam tulisan ringkas ini bisa mewakili keresahan sebegian kader HMI yang masih berpikir bahwa HMI masih bisa berubah. 

1 komentar: