• Bersama Peserta LK III Sulselbar dari Berbagai Cabang di Indonesia
  • Peserta LK II Bersama Kakanda Ir. H. Abd. Kahar Muzakkar (Anggota DPD RI)
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Berbagai Cabang diIndonesia
  • Peserta LK I Bersama Pengurus Komisariat Periode 2011-2012
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Kakanda Akbar Tandjung
  • Peserta LK II HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Angkatan I HMI Kom. Stikes NHM Bersama Kanda Ryza Fardiansyah (Ketum HMI Cab. Makassar Timur Periode 2010-2011)
  • Peserta Gender Camp dari Berbagai Komisariat Sejajaran Makassar Timur yang diadakan di Ta'deang Maros
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Bersama Kakanda Akbar Tandjung

Kamis, 08 Desember 2011

Menanti Aksi Abraham Samad

Abraham Samad,Ketua KPK 2011-2015
 Tak ada yang mengira kalau Abraham Samad dipilih Komisi III DPR jadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalahkan nama-nama tenar seperti Bambang Widjojanto, Yunus Husein maupun ketua lama, Busyro Maqoddas.Bukan hanya masyarakat yang terkejut, Pansel Pemilihan juga gusar. Bahkan salah seorang anggota Pansel, Saldi Isra, sampai ngoceh di media, merasa tak pas dengan pilihan DPR. Maklumlah, dua nama yang digadang-gadang paling pantas memimpin KPK adalah Bambang Widjojanto –yang sepak-terjangnya sudah dikenal— atau Yunus Husein yang dekat dengan istana. Abraham selama ini “hanya” berkutat dalam persoalan hukum –termasuk pemberantasan korupsi—Makassar (dengan mendirikan Anti Corruption Commitee [ACC]), dianggap tak memiliki “prestasi” dan rekam jejak di atas orang-orang yang dikalahkannya.

            Pendek kata, prestasi Abraham hanya “kelas daerah”, dan tak punya pengalaman berkiprah di tingkat nasional. Ada polarisasi pusat-daerah, tapi DPR tetap yakin pada pilihannya: anak muda pantas memimpin KPK.  Belakangan muncul tudingan dari beberapa LSM yang mengatakan Abraham bisa dikendalikan, baik pemerintah maupun DPR. Jelas, in tak punya dasar. Tapi di luar persoalan itu, tugas Abraham dan KPK –juga para komisioner terpilih—  memang sangat berat. Tugas pertama yang dibebankan adalah menuntaskan kasus aliran dana Century yang akhir-akhir ini hampir tak terdengar beritanya. Abraham diberi waktu 100 hari dan seperti janjinya dalam uji kelayakan di depan Komisi III DPR, dia akan mundur jika tak bisa menyelesaikan kasus ini.
           
Sudah terbukti, KPK saat dipimpin Antasari Azhar maupun Busryo, juga tak mampu menyelesaikan kasus ini karena ada “kekuatan besar” yang tak bisa dilawan.Kasus lain yang tak kalah menarik adalah fenomena banyaknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah yang memutus bebas beberapa terdakwa korupsi yang merupakan tangkapan KPK. Pengadilan Tipikor Surabaya, Bandung, dan terakhir Pontianak telah “membebaskan” para koruptor dari dakwaan jaksa. Ini tamparan keras bagi KPK, karena sebelum ini —dengan cara kerja yang sangat teliti— hampir semua tangkapan KPK tak ada yang lolos dari jeratan hukum.Kemudian muncul wacana pembubaran Pengadilan Tipikor daerah, yang segera jadi kontroversi. Masih banyak lagi persoalan besar yang harus diurus KPK di bawah Abraham. Apa dengan pengalaman yang hanya berkutat di “daerah”, seorang Abraham yang jelas secara pengalaman dan usia masih yunior dibanding para deputinya, mampu tampil menembus tembok besar yang pasti akan menghadang, atau melawan kekuasaan yang luar biasa kuat, atau mafia hukum yang berkeliaran yang bahkan mungkin ada di kantornya. Integritas dan kejujuran saja tak cukup untuk tampil di panggung hukum yang lebih besar ini, karena di sana juga perlu keberanian, kecerdasan, ketegasan, tahan banting, siap menghadapi siapa saja, bahkan lingkaran istana sekalipun.

            Mampukah? Ini yang kita tunggu. Jika dia gagal, cap sebagai “orang daerah” dan polarisasi pusat-daerah tetap jadi garis api yang sulit ditembus. Tapi jika berhasil, stigma bahwa orang daerah tak pantas dapat panggung lebih besar, bisa ditepis. Kita pernah punya pendekar hukum yang juga dari Makassar, Baharuddin Lopa, yang tak pernah takut pada siapapun. Mampukah Abraham jadi “Lopa” baru? Kita tunggu.
Selengkapnya...