• Bersama Peserta LK III Sulselbar dari Berbagai Cabang di Indonesia
  • Peserta LK II Bersama Kakanda Ir. H. Abd. Kahar Muzakkar (Anggota DPD RI)
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Berbagai Cabang diIndonesia
  • Peserta LK I Bersama Pengurus Komisariat Periode 2011-2012
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Kakanda Akbar Tandjung
  • Peserta LK II HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Angkatan I HMI Kom. Stikes NHM Bersama Kanda Ryza Fardiansyah (Ketum HMI Cab. Makassar Timur Periode 2010-2011)
  • Peserta Gender Camp dari Berbagai Komisariat Sejajaran Makassar Timur yang diadakan di Ta'deang Maros
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Bersama Kakanda Akbar Tandjung

Jumat, 30 September 2011

Anas Urbaningrum dan Dugaan Korupsi Partai Demokrat

Tepat di akhir masa kepengurusan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum PB Himpunan Mahasiwa Islam (HMI) pada 1999, banyak mahasiswa Lampung secara sadar tertarik untuk menjadi kader HMI Cabang Bandar Lampung. Pada masa itu, sosok Anas menjadi primadona kader-kader muda HMI. Bukan hanya karena posisinya sebagai Ketua Umum PB HMI, tetapi juga berkat kemampuan retorikanya yang artikulatif plus kemampuan menulis yang mumpuni. Tidak salah jika akader-kader muda HMI kala itu menjadikan sosok Anas sebagai idola baru.

Anas Urbaningrum adalah Idola baru setelah berakhirnya generasi Nurcholish Madjid atau Cak Nur sebagai “perpustakaan berjalan” HMI. Pada awalnya semua menduga bahwa pilihan Anas pasca HMI adalah dunia akademik sebagai begawan kultural yang mencerahkan masyarakat dan menjadi cermin bagi elit politik untuk tetap berkhidmat di track yang benar, seperti apa yang dilakukan sosok Cak Nur semasa beliau hidup.

Ternyata kemudian Anas memilih menjadi seorang politisi. Partai Demokrat entah kenapa menjadi pelabuhan hati seorang Anas. Apakah pilihan ini adalah bagian dari upaya Anas menyebarkan benih-benih ideologi Nasionalis-Religius HMI atau ada pertimbangan yang lain, hanya Anas yang tahu.

Dugaan korupsi Partai Demokrat
BEBERAPA kasus dugaan korupsi yang akhir-akhir ini diduga menimpa kader Partai Demokrat perlu menjadi catatan dan tanggapan serius dari Anas. Sebab, ini soal reputasi dan citra partai. Sebagai ketua umum, Anas mesti segera mengambil tindakan konkret untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut. Jika tidak, dapat dipastikan hal ini akan berdampak terhadap loyalitas konstituen Demokrat yang selama ini mempunyai ekspektasi luar biasa bagi pemberantasan korupsi di negeri ini.

Persoalan ini hendaknya jangan dipandang remeh oleh Anas karena justru turning point kepemimpinan Anas akan diukur dari kasus kasus yang sifatnya internal seperti ini. Jika pada titik ini Anas berhasil mengatasi, maka publik akan menilai positif terhadap kematangan Anas sebagai kandidat pemimpin masa depan negeri ini. Namun bila sebaliknya, maka potensi konflik akan terus dipelihara dan dibiarkan begitu saja. Akibatnya, riak-riak ketidakpercyaan kader Demokrat terhadap kepemimpinan Anas akan mencuat.

Harus diakui Anas sebenarnya belum memiliki jam terbang yang cukup untuk memimpin partai besar, apalagi ini sebagai the rulling party (partai penguasa). Namun suka atau tidak suka, problem ini mesti segera dibenahi. Anas harus mulai bergerak menjadi leader dan bukan hanya sekedar konsolidator. Inilah sejatinya problem kepemimpinan Anas di Demokrat.

Pertemanan pribadi yang berubah menjadi pertemanan politik (Anas banyak membawa masuk rekan-rekan aktivis mahasiswa pada eranya menjadi pengurus inti Demokrat) pada satu sisi ibarat mata pisau yang bisa bermanfaat dan juga bisa membuat posisi Anas sekarat. Kecemburuan faksi tradisional dalam tubuh Demokrat terhadap koneksi baru harus Anas antisipasi. Jika tidak, hal ini lagi-lagi akan menjadi bomerang.
Kehadiran sosok Anas awalnya dianggap sebagai jalan tengah di antara kebuntuan Andi Malarangeng dan Marzuki Ali. Politik kompromistis terlihat kental sekali dalam terpilihnya Anas sebagai Ketua Umum Demokrat. Secara umum Anas mempunyai personalitas yang baik dan tingkat akseptabilitas di atas rata-rata pemimpin gaek politik Tanah Air, seperti Megawati (PDIP), Aburizal Bakrie (Golkar), atau bahkan sosok Prabowo (Gerindra) sekalipun. Sebuah jajak pendapat yang dilalkukan Survey Inspire beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa Anas dipandang publik sebagai figur potensial pemimpin masa depan Indonesia.
Namun, sekali lagi hal ini akan bergantung kepada kemampuan Anas mengatasi problem internal serta “serangan” eksternal terhadap eksistensi Demokrat, apalagi pada 2014 sosok SBY yang selama ini secara tradisional menjadi mesin politik Demokrat tidak akan maksimal lagi. Jadi, masa depan Demokrat pada tingkat tertentu bergantung kepada bagaimana Anas membumikan citra positif Demokrat dengan kemampuan kepemimpinan yang dimiliki oleh Anas itu sendiri.

Jika Anas gagal melakukan hal itu, maka Partai Demokrat akan tinggal nama besar, sebuah partai yang di masa depan hanya akan dikenang sebagai partai yang pernah berkuasa di Republik ini.

Penulis adalah Dosen Ilmu Politik Universitas Lampung dan Direktur Lembaga Kajian Politik, Publik, dan Demokrasi KAHMI Lampung*. 
Sumber: Harian Pelita
Selengkapnya...