Beberapa hari terakhir ini, marak unjuk rasa memprotes stigma negatif
terhadap umat Islam. Aksi protes itu dipicu dari infografis dalam acara
dialog yang ditayangkan sebuah stasiun televisi swasta, yang membahas
masalah terorisme. Ya, beberapa bulan terakhir ini, sejumlah terduga
(belum tersangka) teroris diciduk aparat Densus 88 Antiteror Polri dari
berbagai tempat.
Stasiun televisi tersebut, dalam infografisnya, antara lain
menyebutkan bahwa bibit terorisme berasal dari kegiatan Rohani Islam
(Rohis) di sekolah-sekolah menengah. Sontak saja, info tertulis di layar
televisi tersebut mendapat reaksi keras dari para aktivis Islam, mulai
dari jejaring sosial (Facebook, Twitter, dll), hingga aksi turun ke
jalan, seperti dilakukan sejumlah aktivis di berbagai kota.
Padahal, ekstrakurikuler Rohani Islam, yang sejak lama tumbuh di sekolah-sekolah menengah atas bukan merupakan benih terorisme, seperti ditegaskan Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, di Jakarta, Minggu (23/9).
"Di mana-mana, tidak ada kegiatan kerohanian Islam di sekolah manapun yang menekankan siswa menjadi teroris," kata Syahganda, sebagaimana dikutip Antara.
Hampir selalu ada aktivitas ekstrakurikuler keagamaan di tiap Organisasi Siswa Intra Sekolah. Secara umum, aktivitas ekstrakurikulier itu adalah kerohanian Islam dan kerohanian Kristen, yang diwadahi sekolah.
Syahganda, menanggapi aksi protes sejumlah aktivis rohani Islam dan alumninya di Jakarta serta kota-kota lainnya, menegaskan bahwa aktivitas kerohanian itu memiliki andil besar dalam membangun moralitas keberagamaan para siswa di Tanah Air.
Namun, kelompok-kelompok yang diduga teroris dan jaringannya di Tanah Air banyak mengatasnamakan aksi mematikannya berdasarkan klaim sepihak, bahwa ada ancaman eksistensi atau gerakan mengacaukan ajaran agama yang mereka anut.
Sementara itu, Yogi, seorang pengunjuk rasa di Padang, Sumatera Barat, menanggapi stigma negatif terhadap Rohis ini, menegaskan bahwa di negara yang mayoritas Islam, yang menjadi fondasi penting kebangsaan, umat Islam malah sering dijadikan kambing hitam, dan tertuduh "di rumahnya" sendiri, dan dituduh oleh saudaranya sendiri.
"Menuduh sekolah sebagai tempat perekrutan teroris generasi baru, telah menimbulkan keresahan pada kami, para guru, pihak sekolah, dan para orangtua, sedangkan masjid di sekolah merupakan benteng moral yang bisa menjaga kami untuk tetap konsisten, dalam menyeimbangkan ilmu pengetahuan dengan iman dan taqwa," kata Yogi.
Ditambahkannya, aktivitas ekstrakulikuler kerohanian Islam memberikan pengayaan moral di zaman hedonistik yang banyak diwarnai pergaulan bebas generasi muda, yang makin memprihatinkan.
Padahal, ekstrakurikuler Rohani Islam, yang sejak lama tumbuh di sekolah-sekolah menengah atas bukan merupakan benih terorisme, seperti ditegaskan Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, di Jakarta, Minggu (23/9).
"Di mana-mana, tidak ada kegiatan kerohanian Islam di sekolah manapun yang menekankan siswa menjadi teroris," kata Syahganda, sebagaimana dikutip Antara.
Hampir selalu ada aktivitas ekstrakurikuler keagamaan di tiap Organisasi Siswa Intra Sekolah. Secara umum, aktivitas ekstrakurikulier itu adalah kerohanian Islam dan kerohanian Kristen, yang diwadahi sekolah.
Syahganda, menanggapi aksi protes sejumlah aktivis rohani Islam dan alumninya di Jakarta serta kota-kota lainnya, menegaskan bahwa aktivitas kerohanian itu memiliki andil besar dalam membangun moralitas keberagamaan para siswa di Tanah Air.
Namun, kelompok-kelompok yang diduga teroris dan jaringannya di Tanah Air banyak mengatasnamakan aksi mematikannya berdasarkan klaim sepihak, bahwa ada ancaman eksistensi atau gerakan mengacaukan ajaran agama yang mereka anut.
Sementara itu, Yogi, seorang pengunjuk rasa di Padang, Sumatera Barat, menanggapi stigma negatif terhadap Rohis ini, menegaskan bahwa di negara yang mayoritas Islam, yang menjadi fondasi penting kebangsaan, umat Islam malah sering dijadikan kambing hitam, dan tertuduh "di rumahnya" sendiri, dan dituduh oleh saudaranya sendiri.
"Menuduh sekolah sebagai tempat perekrutan teroris generasi baru, telah menimbulkan keresahan pada kami, para guru, pihak sekolah, dan para orangtua, sedangkan masjid di sekolah merupakan benteng moral yang bisa menjaga kami untuk tetap konsisten, dalam menyeimbangkan ilmu pengetahuan dengan iman dan taqwa," kata Yogi.
Ditambahkannya, aktivitas ekstrakulikuler kerohanian Islam memberikan pengayaan moral di zaman hedonistik yang banyak diwarnai pergaulan bebas generasi muda, yang makin memprihatinkan.
Menanggapi aksi protes yang terus merebak, dalam aku Twitter-nya,
Metro TV, beberapa waktu lalu memberikan bantahan, dengan menegaskan
bahwa Metro TV tak pernah memberitakan bahwa Rohis sarang teroris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar