Hari ini, 5 Februari 2013 adalah Milad Himpunan Mahasiswa Islam
ke 66. Hari ini juga
mengingatkan kita tentang tamparan keras dari senior Alm. Nurcholis
Madjid (Cak Nur) Pemimpin HMI 1966-1971. “Sebaiknya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dibubarkan saja agar tidak
menjadi bulan-bulanan dan dilaknat!”. Tamparan keras tersebut
disampaikan dalam seminar bertajuk Sehari Kepemimpinan dan Moralitas
Bangsa Dalam Era Reformasi di Auditorium LIPI, Jakarta. (Media
Indonesia, 14/06/2002).
Sebagai sesepuh organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia, HMI seperti 2 sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Pada masa awal kemerdekaan, HMI terus menggelorakan semangat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Kemudian, dibawah tekanan Rezim Soeharto, HMI mampu mempertahankan Islam sebagai asas tunggal sekaligus terus berjuang meluruskan pengamalan nilai-nilai suci Pancasila yang diselewengkan pada masa Orde Baru. Penyelewengan Pancasila tersebut berdampak rendahnya martabat bangsa Indonesia dimata negara lain dan meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme. Puncaknya, HMI berhasil menggulingkan rezim Soeharto tahun 1998.
Tak dapat dipungkiri, sejarah mencatat kegemilangan HMI dari generasi ke generasi. Sampai saat ini, HMI telah berhasil mencetak kader-kader berkualitas seperti Abraham Samad, Jusuf Kalla, Anis Baswedan, Mahfud MD dan lain-lain. Dari keberhasilan tersebut, masih banyak “PR” yang harus dikerjakan kader-kader HMI kedepan. Yakni sesuai cita-cita HMI “Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawab menciptakan tatanan masayarakat yang diridhoi Allah Swt.”
Makna Pemuda-i Sebenarnya
Melihat kondisi riil saat ini, dapat dibilang kader-kader HMI dilema romantisme sejarah. Kader-kader HMI saat ini lebih cenderung mengagung-agungkan sejarah, bahkan dijadikan kekuatan untuk diskusi intelektual. Alhasil, kader-kader terkesan menggantungkan eksistensinya dari kebesaran senior, sejarah dijadikan euforia jubah untuk berlindung dari kecarut-marutan organisasi internal maupun eksternal. Di Milad HMI ke 66 ini, moment yang sangat tepat bangun dari tidur panjang keterpurukan. Jangan sampai kader HMI menjadi potret kader intelektual “jarkoni” alias jarang nglakoni yang buta menatap masa depan.
Pujangga Arab mengatakan; “Ilaisal fata man ya qulu kana abi, wa lakinnal fata man ya qulu ha anadza”. Artinya, bukan seorang pemuda yang menyatakan ini-itu “bapakku”. Namun, pemuda adalah yang menegaskan; “inilah aku yang berkarya dan berprestasi”. Kader pemuda-i HMI harus kembali melaungkan khittah (landasan) HMI seperti tahun 1947 sesuai konteks zaman. Anggota HMI seharusnya mampu menjiwai tujuan terciptanya HMI, yakni menjadikan masyarakat muslim kaffah dan menjunjung tinggi derajat Bangsa Indonesia. Agenda-agenda meningkatkan jiwa spiritualitas dan kereligiusan diharuskan, mengingat dua hal tersebut sebagai pondasi dasar HMI dalam mengarungi arus globalisasi. Diharapkan, HMI pun dapat menjadi panutan organisasi Islam dalam menjunjung tinggi spirit nilai-nilai otentik Islam. Jika tidak, asas Islam hanya akan tinggal nama yang akhirnya menjadi momok tersendiri bagi Ummat Islam.
Jadilah Sang Pembeda
Saat ini, miris bila menyaksikan kader-kader organisasi pemuda Islam zaman ini, hanya pandai berhura-hura. Kaburnya orientasi dan arah organisasi Islam tersurat ketika nilai-nilai otentik Islam sebagian kader mulai memudar seperti komunikasi laki-laki dengan perempuan kurang dijaga, bibir berkata kotor, sholat tidak terpelihara. Padahal shalat subuh merupakan aset terbentuknya kekuatan Ummat Islam.
Untuk itu HMI harus tampil beda di tengah-tengah krusialnya masalah dekadensi moral bangsa ini, tentu dengan berpegang teguh pada khittah HMI (Quran dan hadits). Jika kadernya “mbalelo” bagaimana bisa mewujudkan cita-cita HMI yang mulia? Setiap hari tak luput dari satupun di media massa selalu disuguhi kasus-kasus asusila seperti perkosaan, perampokan, bunuh diri, gratifikasi seks, korupsi dan lain-lain. Pertanyaannya, seberapa besar pengaruh eksistensi HMI dalam turut serta membangun masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah Swt?
Tentu perubahan besar tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu proses untuk melangkah kesana. Namun, tidak ada yang tak mungkin jika ghirah azzam dimulai dari dalam diri sendiri guna mewujudkan cita-cita HMI. Tak lupa “Jas Merah” juga harus kita kenakan, yakni jangan sekali-kali melupakan sejarah, ungkapan yang pernah dilontarkan Ir. Soekarno sangat urgen untuk direnungkan. Dengan sejarah kita mampu menjiwai setiap perjuangan para pendahulu kita. Hemat penulis, kader-kader saat ini harus memperkokoh hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal terkait syariat yakni mendekatkan Allah Swt dengan shalat lima waktu terjaga dan berjamaah, shalat tahajud tidak terlupa, dhuha tak tertinggal dan puasa tak dikesampingkan.
Kedua, yakni hubungan horizontal, mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Memperkuat jalinan ukhuwah Islamiyah sesama kader, sehingga satu Marakom ibarat satu tubuh yang bila ada yang luka, yang lain ikut merasakan dan mengobatinya. Semua yang disana sudah menjadi milik bersama. Hal ini juga jelas diterangkan dalam Surah Ash-Shaffat ayat 4: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (QS. Ash-Shaf, 61:4).
Kader-kader HMI juga harus “melek informasi” sehingga tidak tertinggal
dengan arus globalisasi. HMI diharapkan selalu menjadi penengah dalam
segala independensinya tentu membela keadilan dan kebenaran serta
menolong yang lemah. Seperti yang termaktub dalam ayat Al Quran
diantaranya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah
agar kamu mendapatkanrahmat”.(QS.Al-Hujuraat,49:10) “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang. Dan bersabarlah,
sungguh Allah bersama orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Anfaal, 8:46).
Jika hal tersebut sudah ditanamkan kader-kader HMI, HMI akan menjadi pembeda dari organisasi-organisasi Islam yang lain. Kader HMI sukses dalam pembinaan kader intelektual dan spiritual yang dapat mengantarkan kesuksesaan di dunia dan di akhirat. Di Milad HMI ini, marilah kita kembali merenung, bermuhasabah apa tujuan kita berorganisasi HMI. Sudahkah pantas selama ini apa yang kita lakukan sebagai seorang muslim? Apakah perilaku, pakaian, perkataan, perasaan kita benar-benar membawa kepada cita-cita HMI yang luhur (keridhoan Allah Swt) ? Hidup hanya sekali, jika tidak berkah, di dunia akhirat bakal susah. Semoga Milad HMI ke 66 tahun ini benar-benar dapat membawa cita-cita tuk mendapat ridho Allah Swt. Harapannya, kelak kita akan berkumpul kembali dalam syurga yang penuh kenikmatan bersama Keluarga Besar HMI dan seluruh Ummat Islam. Bercengkrama dengan Rosulullah dan dapat menatap wajah Allah Swt yang selalu menjadi kerinduan seluruh Ummat Muslim yang selalu berusaha menjadi insan ulil albab.
Yakin Usaha Sampai. Bahagia… HMI… Alfatihah…
http://regional.kompasiana.com/2013/02/05/mengasah-kembali-taring-hmi-refleksi-milad-hmi-ke-66-tahun 525764.html?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kanawp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar