• Bersama Peserta LK III Sulselbar dari Berbagai Cabang di Indonesia
  • Peserta LK II Bersama Kakanda Ir. H. Abd. Kahar Muzakkar (Anggota DPD RI)
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Berbagai Cabang diIndonesia
  • Peserta LK I Bersama Pengurus Komisariat Periode 2011-2012
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Kakanda Akbar Tandjung
  • Peserta LK II HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Angkatan I HMI Kom. Stikes NHM Bersama Kanda Ryza Fardiansyah (Ketum HMI Cab. Makassar Timur Periode 2010-2011)
  • Peserta Gender Camp dari Berbagai Komisariat Sejajaran Makassar Timur yang diadakan di Ta'deang Maros
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Bersama Kakanda Akbar Tandjung

Senin, 06 Mei 2013

HMI, Politik dan Korupsi


Lebih sebulan lalu HMI genap berusia  66 tahun (jika dihitung berdasarkan kalender masehi), tepat diusianya yang tergolong matang, HMI dihadapkan pada situasi dan kondisi yang beragam, baik dari aspek internal maupun eksternal, dari sisi internal HMI telah menjadi bagian penting dari sejarah republik ini dengan terlibat dan turut aktif dalam setiap fase perubahan bangsa, terutama dimasa masa transisi dari orla ke orba, masuk dan menjadi katalisator orba, serta terlibat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari era reformasi,

jika menengok sejarah, ideologi HMI pertama kali digagas oleh Cak Nur tahun 1966 lewat yang namanya Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai prinsip organisasi yang oleh andito disebut berkarakter developmentalistik. ideologi yang berkarakter demikian dibentuk sebagai respon atas gagasan orde baru yang bawa oleh soeharto, intinya HMI pada masa itu tak mau lagi seperti zaman soekarno, dimana mereka hanya berada “diluar” HMI ini masuk ke “dalam” orba”.



Namun demikian sejak berdirinya sampai hari ini HMI masih mencantumkan independensi sebagai sifat organisasi. ini yang menarik untuk diulas serta menyebabkan beragam karakter dan nilai yang bermetamorfosis di HMI. lihatlah Tokoh tokoh HMI zaman dulu, ada Deliar Noer, Dawam Rahardjo, Ismail Hasan Metarium, Ridwan saidi, AM Fatwa, dll yang tetap memilih diluar, namun disi lain ada pula Akbar Tanjung dan gerbong politik yang mengikutinya masuk dalam golkar serta menjadi bagian inti dari orba.

Intinya HMI dibentuk sebagai kekuatan islam politik (sebagaimana NU dan Muhammadiyah) yang menjembatani kepentingan ummat dan negara. namun NU dan Muhammadiyah sebagai kekuatan berbasis massa lewat lembaga pendidikan dan sosialnya, HMI berada pada segmen terbatas, yakni mahasiswa dengan bertitik tumpu pada fungsi sebagai organisasi kader. Lewat proses kaderisasi inilah alumnus HMI diterima disemua segmen pasar sosial politik, lihatlah Munir sang pejuang HAM, Abdullah hehamahua yang menjadi penasehat KPK, bahkan untuk urusan politik, hampir semua partai baik nasionalis maupun islam, ada kader HMI, sebagai contoh, Viva Yoga Mauladi di PAN, Bambang soesatyo, Priyo Budi Santoso di golkar, Ahmad yani di PPP, akbar Faisail (Hanula lalu ke Nasdem) Sarif  Sudding di Hanura, dan tentu Anas Urbaningrum di demokrat.

mengenai Anas, ini menarik, ia selalu dilekatkan dengan HMI, “seolah HMI Anas dan Anas HMI” padahal realitasnya tidaklah demikian. Anas hanyalah setitik pasir ditengah hamparan padang pasir. ia hanyalah seorang anak manusia yang pernah berproses di HMI dan (entah kebetulan atau tidak) ia pernah terpilih jadi Ketua Umum PB HMI (1997-1999). Anas menjadi ketua Umum PB HMI disaat yang tepat yaitu saat transisi era reformasi, ia mampu memainkan peran mahasiswa dengan sangat baik, sehingga saat itu berbagai media selalu meliputnya. kita bisa mengingat kembali bagaimana saat itu wajah Anas sering nongol di TV, gambarnya selalu di koran, tentu semua ini karena kecerdasan opini yang dibangunnya. lalu pasca 1999, anas terus tampil, menjadi penggagas RUU politik, menjadi anggota KPU, ketua bidang politik partai demokrat dan terakhir ketum demokrat. disinilah ceritanya mulai berbeda. Anas dijungkalkan oleh isu dan opini korupsi, mulai dari nyanyian sahabat dekatnya nazaruddin, dll. lalu dimana posisi HMI?

HMI tetap independen dan tak terkait dengan itu semua, karena anas hanyalah seorang alumnus HMI, memang ada sekelompok kader yang membelanya, ini wajar sebagai bagian dari faksionalisasi dan dinamika di HMI, menjadi menarik karena faksi faksi itu mengatasnamakan HMI. padahal tidak demikian realitasnya, bahkan sebgaian kader HMI tak begitu tertarik dengan anas sejak ia masuk dlam demokrat, apalagi ditambah dengan pola komunikasinya yang sangat terbatas dengan kader dan alumni HMI, hal ini pernah dipertanyakan oleh Akbat Tanjung beberapa saat lalu.

Kini HMI harus mampu memposisikan diri pada sifat dan jati dirinya sebagai organisasi independen, serta mampu keluar dari bayang bayang opini korup yang melekat padanya, selamat, yakin Usaha sampai.

Selengkapnya...