Himpunan mahasiswa Islam atau yang akrab dengan HMI. Organisasi yang
dibangun di Yogyakarta oleh Lafran Pane dan rekannya telah ada sejak 65
tahun lalu (februari, 05-1947). HmI lahir dari rahim kemerdekaan, adik
kandung bangsa Indonesia. Disini, di organisasi ini, Kita diajarkan
tentang bagaimana berpikir rasional dan kritis. Kita mesti mempunyai
landasan kerangka berpikir. Tidak serta-merta menerima mentah-mentah
pemikiran atau konsepsi yang ada dan akan ada. Jika tidak, maka agama,
pemikiran, konsepsi dan budaya hanya akan menjadi dogma. Persis, seperti
yang dikatakan Karl Marx berabad silam. Dogma yang hanya menjadi pemaksaan, titipan dan warisan pemikiran dari neneka moyang belaka.
Anologi sebuah minuman, Kita tidak boleh menjustifikasi bahwa susu lebih
nikmat ketimbang kopi, padahal Kita belum sama sekali mencicipi setetes
saja kopi tersebut. Itu tidak berimbang, itu tidak adil. Kita tidak
bisa menjustifikasi bahwa ajaran yang ini lebih benar ketimbang ajaran
itu, tanpa mempelajari keduanya terlebih dahulu. Jangan terlalu cepat
menyimpulkan. Darinya itu, metode komparatif perlu Kita lakukan. Sebuah
metode yang memperbandingkan dua atau lebih obyek perbandingan. Itulah
gunanya belajar, inilah gunanya membaca. Apakah sejauh ini, perkataan
saya tidak rasional ? Jika konyol, mohon tinggalkan ! Jika Anda
sepakat, mari Kita lanjutkan :
Sejujurnya, kami amat berterima kasih kepada HmI yang telah
memperkenalkan kami lebih akrab dengan buku. Membaca menjadi begitu
penting. Setidaknya, hal ini yang membedakan manusia dengan binatang.
Wahyu pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW. adalah perintah membaca
(QS. Al-alaq: 1). Di HmI, kami bersaing dengan diri sendiri untuk lebih
cerdas lagi. Parameternya sederhana, siapa yang lebih banyak daftar
pustakanya, maka Ia yang lebih tampan. Jadi, Kita dinilai dari ketebalan
bahan bacaan. Kami selalu ngiler dan sakau bila melihat ada buku tak bertuan. Jika gadget atau
dompet Anda tertinggal di sekertariat HmI, tenanglah itu tidak akan
hilang. Tapi, jika buku Anda yang tertinggal. 1, 2, 3 detik pasti sudah
raib disambar makhluk tak halus. Hingga-hingga muncullah sebuah pepatah
baru : ” Sebodoh-bodohnya orang yang meminjamkan bukunya, lebih bodoh lagi peminjam yang mengembalikan buku pinjamannya “.
HMI adalah lembah pencetak peradaban. kita ditempa untuk menjadi kader
yang cerdas dengan buku dan analisa. Yang lain bisa bermain domino, tapi
kami merencanakan efek domino sebuah revolusi. Yang lain bisa galau di
media sosial. Tapi kami galau jika melupakan realitas sosial. Kami
percaya, islam bukanlah agama individualistis. Islam mengajarkan
kepekaan sosial. Dibalik tanggung jawab pribadi, ada tanggung jawab
sosial. Dibalik dosa pribadi, ada dosa sosial. Inilah alasan mengapa
kami sering turun ke jalan. Atau paling tidak, melawan lewat kata.
Memang, tidak semua kader HMI adalah pahlawan-pahlawan bangsa. Ada juga
yang ujung-ujungnya jadi koruptor. Tapi tidak sedikit kader HMI yang
memberi andil untuk membangun peradaban, agama dan bangsa. Jusuf Kalla
contohnya. Jangan karena segaris luka gores di kaki, kecantikan berubah
menjadi keburukan. Hanya Tuhan yang Maha sempurna. Rasulullah SAW.
bersabda : Islam itu tinggi, dan tiada yang dapat menandingi
ketinggiannya (HR. Ad-daraquthni). Jadi, ajaran islam yang tinggi, bukan
muslim (penganutnya). Lihatlah kemurnian dan kesempurnaan ajaran, bukan
pada kader atau penganutnya. Adalah kesalahan berpikir, bila Kita
berlaku over generalis. Islam dan HMI tidak akan rusak, seburuk apapun
perilaku kader dan penganutnya. Intinya, pelajari ajarannya, bukan
manusianya.
Masih banyak hal yang harus dipelajari oleh kader HMI, termasuk penulis. Basis Kita hanya tertuju pada politic oriented. Klimaksnya adalah jabatan dan politik di pemerintahan atau organisasi. Kita seakan melupakan Need for Achievementdan Need for Affiliate. Kita terlalu ambisi terhadap Need for Power.
Pemimpin itu karakter bukan jabatan. Karakter yang dibangun oleh
pribadi yang tak pernah berhenti belajar. Pemimpin adalah konsekwensi,
bukan orientasi. Konsekwensi bagi pribadi yang selalu tulus mengabdi dan
melayani. Kita juga masih jumawa di bidang agama. Sementara mandul pada
disiplin ilmu masing-masing. Jika Kita bisa lebih prestatif dan
aplikatif terhadap ilmu, Kita telah memenuhi janji Insan Cita. Insan
akademis, pencipta, pengabdi, bernafaskan islam dan bertanggung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Itulah
tujuan Kita.
Manusia yang berilmu ditinggikan derajatnya dua kali lipat. Namun,
manusia berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya, pertanggung jawabannya
juga dua kali lipat. Khittah perjuangan HmI dapat disimpul dalam tiga
kata saja : Beriman-Berilmu-Beramal. Bulan ini adalah bulan cinta, Kita
harus merayakannya. Karena pada bulan ini, Nabi Muhammad SAW. yang penuh
cinta dan kasih sayang, dilahirkan. Bulan ini adalah bulan perjuangan.
Kita harus menyerukannya. Karena pada bulan ini, Organisasi HMI yang tak
kenal lelah berjuang, didirikan. Yakin usaha sampai. Allahumma Shalli
‘Aala Muhammad, wa aali Muhammad !
- Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri. (Qs. Ar-Ra’d: 11).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar