• Bersama Peserta LK III Sulselbar dari Berbagai Cabang di Indonesia
  • Peserta LK II Bersama Kakanda Ir. H. Abd. Kahar Muzakkar (Anggota DPD RI)
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Berbagai Cabang diIndonesia
  • Peserta LK I Bersama Pengurus Komisariat Periode 2011-2012
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Kakanda Akbar Tandjung
  • Peserta LK II HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Angkatan I HMI Kom. Stikes NHM Bersama Kanda Ryza Fardiansyah (Ketum HMI Cab. Makassar Timur Periode 2010-2011)
  • Peserta Gender Camp dari Berbagai Komisariat Sejajaran Makassar Timur yang diadakan di Ta'deang Maros
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Bersama Kakanda Akbar Tandjung

Rabu, 23 November 2011

Epistimologi Kiri Sebagai Gagasan Besar yang Menantang Sekaligus Melawan


Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari istilah “kiri” dan memang seharusnya istilah tersebut menjadi sangat amat biasa dalam setiap perbincangan. Tapi bukan hanya sebatas perbincangan saja, terminology tersebut menjadi sangat tidak biasa atau luar biasa di saat istilah tersebut diendapkan pada dimensi pemikiran. Istilah kiri mentimpan sejumlah gagasan besar yang menantang, melawan, merusak setiap tradisi yang dianggap “mapan” dan istilah kiri juaga memainkan peran signifikan atas munculnya ide-ide besar yang merubah keadaan.

Pada sudut pandang sejarah, terminology “kiri” sering dialamatkan pada pemikiran dan gerakan social yang berusaha melakuka dikte atau pembacaan ulang atas situasi-situasi mapan atau yang dimapankan oleh kekuasaan dan kekuatan dominan. Terminology “kiri” juga sering menjadi hantu ketika ia di labelkan pada setiap pemikiran dan gerakan social yang mengusung symbol-simbol revolusi sebagaimana sosialisme, marxisme dan komunisme. Bahakan dalam ruang kesadaran manusia sampai saat ini, “stigmatisasi” terminology kiri sedah melembaga. Terlebih ketika terminology kiri tersebut dikonveksikan pada keadaan dimana terdapat luka sejarah. Misalkan Indonesia, keadaan masyarakat Indonesia pernah disesaki oleh ide-ide membumihanguskan segala hal yang baunya “kiri”.



Masih segar dalam ingatan kita tanggal 19 April 2001 lalu, di Negeri ini terjadi pembakaran dan aksi sweeping atas buku-buku yang dianggap berbau kiri dn kekiri-kirian. Yang menjadi masalah, aksi tersebut difokuskan pada eberapa jenis buku yang berintikan sejumlah besar gagasan Marxisme atau yang dianggap mengganggu kemapanan kekuasaan pengetahuan dominan. Yang menggelikan adalah perlawanana atas pemikiran tersebut harus digerakkan secara naïf dengan membakar dan membumihanguskan pemikirannya (bukunya), bukan engan melawan melalui pelemparan gagasan-gagasan lain. Tindakan ini dapat dikatakan sebagai tindakan fisik untuk membungkan pikiran yang tidak mampu dilawan dengan pikiran. Fenomena tersebut menunjukkan minimnya pengetahuan masyarakat atas berbagai bentuk dan model pemikiran dan dapat juga menjadi sebuah fakta bahwa ada kesalahan fatal dalam pemahaman masyarakat atas terminology “kiri”.

Apakah selama ini masyarakat Indonesia terjebak pada konstruksi kesadaran yang salah kaprah…??? Bahwa hasil pemikiran yang “berbeda” dengan arus utama (mainstream) yang bertempang pada saat yang bersangkutan selalu sianggap sebagai model pemikiran “kiri”. Dan lebih parah, “kiri” selalu identik dengan komunisme, “kiri” selalu identik dengan kaum tak ber-Tuhan. Padahal, wacana pemikiran “kiri” adalah pemikiran dan gerakan social yang senantiasa melawan, mengkritik dan memang terkadang terkesan nakal yang bertujuan menghancurkan segala hal yang berbau “kemapanan” kekuasaan otoriter dan kapitalisme modern. Bisa saja kemapanan (termasuk kemapanan pengetahuan) memuat seperangkat prinsip yang manipulative untuk sekedar mempertahankan kemapanan tersebut. Dalam “stigmatisasi” dan vandalism dunia pemikiran kita-kita menyebutkan pembongkaran atas situasi mapan dari sebuah kekuasaan inilah yang menjadi spirit utama pergerakan kiri terutama pembongkaran atas berbagai kekuasaan yang berlindung di balik jubah dan topeng ideology-ideologi.

Jika ditinjau dari perspektif epistemology, pemikiran dan gerakan kiri sesungguhnya lebih diletakkan pada pembacaan ulang secara kritis atas berbagai bentuk pengetahuan yang dominan, yang kemudian diperlakukan sebagai satu-satunya kebenaran. Ketika sebuah pengetahuan ditampilkan sebagai kebenaran utama, maka ia cenderung diperlakukan sebagai kebenaran satu-satunya dan bahkan kebenaran absolute.

Yang mengerikan adalah pada saat bersamaan kebenaran utama itu akan meminggirkan realitas kebenaran yang lain. Setiap yang berbeda dengan pemahaman konstruksi pengetahuan yang dimilikinya merupakan sebuah kesalahan.

Karena itulah perspektif “kiri” dalam konteks ini sekedar membongkar asumsi dasar epistemologis penyusunan sebuah pengetahuan. Apa jangan-jangan setiap kemapanan pengetahuan sesungguhnya hanya tersembunyi berbagai kepentingan-kepentingan ideologis dan juga manipulasi atas kebenaran…??? Keberhasilan pembongkaran tidak saja akan meruntuhkan pilar-pilar yang menyusun sebuah pengetahuan, tetapi ia juga akan menjadi kekuatan efektif untuk mengubah keadaan-keadaan formal yang manipulative…!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar