• Bersama Peserta LK III Sulselbar dari Berbagai Cabang di Indonesia
  • Peserta LK II Bersama Kakanda Ir. H. Abd. Kahar Muzakkar (Anggota DPD RI)
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Berbagai Cabang diIndonesia
  • Peserta LK I Bersama Pengurus Komisariat Periode 2011-2012
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Kakanda Akbar Tandjung
  • Peserta LK II HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Kohati HMI Cab. Makassar Timur Bersama Fadly Zon (Sekjen Partai Gerindra)
  • Angkatan I HMI Kom. Stikes NHM Bersama Kanda Ryza Fardiansyah (Ketum HMI Cab. Makassar Timur Periode 2010-2011)
  • Peserta Gender Camp dari Berbagai Komisariat Sejajaran Makassar Timur yang diadakan di Ta'deang Maros
  • Peserta LK II HMI Cab.Makassar Timur dari Bersama Kakanda Akbar Tandjung

Rabu, 17 Oktober 2012

HMI Bukan Syiah

Beberapa hari ini, banyak adik-adik aktivis HMI meminta pandangan perihal pernyataan dari Dr Jalaluddin Rakhmat. Tak kurang, Ketua HMI Cabang Jember, Jamal Bakhtier, juga mengirim pesan via SMS meminta saran pendapat, bagaimana menyikapi pernyataan Kang Jalal –panggilan akrab Dr Jalaluddin Rakhmat di www.tempo.co. Ketua Dewan Syura IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) ini dalam wawancara yang dimuat Tempo, Senin, 3 September 2012, mengeluarkan pernyataan yang sangat sensitif dalam konteks konflik antar aliran dalam Islam. “Syiah masuk ke HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan mulai tersebar ke kampus di daerah lain. Aktivis HMI menyebarkan ajaran Syiah secara sistematis, yakni melalui pelatihan kepemimpinan”. 

Sontak, pernyataan dosen Universitas Pajadjaran Bandung Fakultas Ilmu Komunikasi, Ilmu Tasawwuf Universitas Paramadina dan sejumlah perguruan tinggi ternama di Tanah Air ini, meresahkan beberapa kalangan di HMI. Khawatir pernyataan ini menurunkan minat berHMI mahasiswa-mahasiswa baru, dijadikan komoditi black campaigne, serta nyata-nyata pernyataan ini tak berdasar dan menyesatkan opini publik. Apa alasan, Kang Jalal mengeluarkan pernyataan tersebut? saya yakin banyak aktivis maupun alumni HMI bingung. Kok tiba-tiba HMI yang tak ada hubungannya dengan merebaknya konflik Sunni-Syiah di beberapa tempat di Tanah Air, dikait-kaitnya dengan penyebaran Syiah secara sistematis di berbagai kampus sejak awal masuknya Syiah periode kedua pasca revolusi Iran tahun 1979. Padahal, HMI jelas-jelas bukan Syiah. 

HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang menggotong visi dan misi keislamaan dan keindonesiaan sekaligus, dulu, kini dan nanti. HMI sebagai organisasi kader yang berasas Islam tak pernah secara ideologis dan administratif menyebut Islam Syiah satu kata pun. Tak ada satupun dokumen organisasi yang menyebut perihal tersebut. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak HMI secara individu maupun organisasi, sedikitpun tak mencerminkan faham Syiah. Saya kebetulan sampai hari ini seringkali diminta oleh adik-adik HMI sebagai instruktur NDP, baik pada LK-1 (Latihan Kader 1) maupun pada LK-2 (Latihan Kader 2). Jadi, saya faham betul secara tekstual dan kontekstual isi NDP tersebut. Saya pastikan sepasti-pastinya, tak ada satu pun bab di NDP yang menguraikan faham Syiah secara eksplisit maupun implisit. Dalam NDP tersebut, memuat: dasar-dasar kepercayaan, pengertian-pengertian dasar tentang kemanusiaan, kemerdekaan manusia (ikhtiar), dan keharusan universal (takdir), Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan, individu dan masyarakat, keadilan sosial dan keadilan ekonomi, kemanusiaan dan ilmu pengetahuan, kesimpulan dan penutup. 

NDP yang semula merupakan NDI (Nilai Dasar Islam) yang ditulis oleh Cak Nur, adalah filsafat sosial yang menjadi landasan perjuangan HMI dalam melakukan perubahan masyarakat, sesuai dengan tujuan HMI: “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Jadi, jelas sekali pernyataan Kang Jalal tak punya dasar sama sekali. Kayak, “orang mengigau”. Sepertinya, Kang Jalal tak punya pengetahuan yang cukup tentang HMI, sehingga mengait-ngaitkan HMI dengan penyebaran Syiah di Tanah Air. Padahal, antara keduanya tak punya hubungan apapun baik secara historis, ideologis maupun praksis sosial. HMI punya watak dasar, sebagai organisasi kemahasiswaan yang independen. HMI secara etis hanya tunduk dan patuh pada kebenaran, dan secara organisatotis tak terikat dan mengikat dengan organisasi manapun. HMI adalah HMI, yang bukan NU, bukan Muhammadiyah, bukan Al-Khairiyah, bukan Al-Irsyad, bukan Persis, bukan Wasiliyah, bukan MMI, FPI, bukan JAT, bukan HTI, bukan IJABI, dan bukan yang lainnya. Bahwasannya kemudian, banyak kader-kader HMI yang pasca organisasi, menjadi aktivis ormas keagamaan tertentu, itu bukti bahwa HMI merupakan organisasi kader yang dibutuhkan oleh umat dan bangsa. 

Namun, semua menyadari, tak ada satupun yang berhak mengklaim keberislaman HMI. Di akhir tulisan ini, saya mengutip pernyataan saya dalam Dirgahayu HMIku, HMImu, HMI Kita: “HMI kita adalah organisasi ekstrauniversiter yang tampil dengan wajah warna warni, baik faham keislaman maupun dalam faham keindonesian. HMI kita merupakan “tenda besar” yang mengayomi terhadap keanekaragaman aliran dalam Islam maupun dalam Indonesia. HMI organisasi kemahasiswaan yang terbuka pada ragam aliran tersebut. Tak ada bedanya, antara sunni dan syiah, antara kaum liberal dan kaum sosialis. Semua memiliki kedudukan yang sama di hadapan konstitusi dan organisasi. Keterbukaan dan keluwesan ini yang mendorong HMI kita tak terjebak pada pemikiran dan gerakan ekstrim. Para aktivisnya dituntut untuk saling memberi dan menerima perbedaan yang ada. Perbedaan bukan sesuatu yang tabu, melainkan itu sunatullah untuk menguji makhluk dalam menerima kebenaran dan berpegang teguh pada kebenaran tersebut. Sebab, tiap orang pada hakekatnya cendrung pada “kebenaran”. 

*Moch Eksan, Presidium Majlis Daerah KAHMI (Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) Jember.
 http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/05/hmi-bukan-syiah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar