Beberapa hari ini, banyak adik-adik aktivis HMI meminta pandangan
perihal pernyataan dari Dr Jalaluddin Rakhmat. Tak kurang, Ketua HMI
Cabang Jember, Jamal Bakhtier, juga mengirim pesan via SMS meminta saran
pendapat, bagaimana menyikapi pernyataan Kang Jalal –panggilan akrab Dr
Jalaluddin Rakhmat di www.tempo.co. Ketua Dewan Syura IJABI (Ikatan
Jamaah Ahlul Bait Indonesia) ini dalam wawancara yang dimuat Tempo,
Senin, 3 September 2012, mengeluarkan pernyataan yang sangat sensitif
dalam konteks konflik antar aliran dalam Islam. “Syiah masuk ke HMI
(Himpunan Mahasiswa Islam) dan mulai tersebar ke kampus di daerah lain.
Aktivis HMI menyebarkan ajaran Syiah secara sistematis, yakni melalui
pelatihan kepemimpinan”.
Sontak, pernyataan dosen Universitas
Pajadjaran Bandung Fakultas Ilmu Komunikasi, Ilmu Tasawwuf Universitas
Paramadina dan sejumlah perguruan tinggi ternama di Tanah Air ini,
meresahkan beberapa kalangan di HMI. Khawatir pernyataan ini menurunkan
minat berHMI mahasiswa-mahasiswa baru, dijadikan komoditi black
campaigne, serta nyata-nyata pernyataan ini tak berdasar dan menyesatkan
opini publik. Apa alasan, Kang Jalal mengeluarkan pernyataan tersebut?
saya yakin banyak aktivis maupun alumni HMI bingung. Kok tiba-tiba HMI
yang tak ada hubungannya dengan merebaknya konflik Sunni-Syiah di
beberapa tempat di Tanah Air, dikait-kaitnya dengan penyebaran Syiah
secara sistematis di berbagai kampus sejak awal masuknya Syiah periode
kedua pasca revolusi Iran tahun 1979. Padahal, HMI jelas-jelas bukan
Syiah.
HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang menggotong visi dan
misi keislamaan dan keindonesiaan sekaligus, dulu, kini dan nanti. HMI
sebagai organisasi kader yang berasas Islam tak pernah secara ideologis
dan administratif menyebut Islam Syiah satu kata pun. Tak ada satupun
dokumen organisasi yang menyebut perihal tersebut. Nilai Dasar
Perjuangan (NDP) sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak HMI
secara individu maupun organisasi, sedikitpun tak mencerminkan faham
Syiah. Saya kebetulan sampai hari ini seringkali diminta oleh adik-adik
HMI sebagai instruktur NDP, baik pada LK-1 (Latihan Kader 1) maupun
pada LK-2 (Latihan Kader 2). Jadi, saya faham betul secara tekstual dan
kontekstual isi NDP tersebut. Saya pastikan sepasti-pastinya, tak ada
satu pun bab di NDP yang menguraikan faham Syiah secara eksplisit maupun
implisit. Dalam NDP tersebut, memuat: dasar-dasar kepercayaan,
pengertian-pengertian dasar tentang kemanusiaan, kemerdekaan manusia
(ikhtiar), dan keharusan universal (takdir), Ketuhanan Yang Maha Esa dan
Perikemanusiaan, individu dan masyarakat, keadilan sosial dan keadilan
ekonomi, kemanusiaan dan ilmu pengetahuan, kesimpulan dan penutup.
NDP
yang semula merupakan NDI (Nilai Dasar Islam) yang ditulis oleh Cak Nur,
adalah filsafat sosial yang menjadi landasan perjuangan HMI dalam
melakukan perubahan masyarakat, sesuai dengan tujuan HMI: “Terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan
bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah SWT”. Jadi, jelas sekali pernyataan Kang Jalal tak punya dasar
sama sekali. Kayak, “orang mengigau”. Sepertinya, Kang Jalal tak punya
pengetahuan yang cukup tentang HMI, sehingga mengait-ngaitkan HMI dengan
penyebaran Syiah di Tanah Air. Padahal, antara keduanya tak punya
hubungan apapun baik secara historis, ideologis maupun praksis sosial.
HMI punya watak dasar, sebagai organisasi kemahasiswaan yang
independen. HMI secara etis hanya tunduk dan patuh pada kebenaran, dan
secara organisatotis tak terikat dan mengikat dengan organisasi manapun.
HMI adalah HMI, yang bukan NU, bukan Muhammadiyah, bukan Al-Khairiyah,
bukan Al-Irsyad, bukan Persis, bukan Wasiliyah, bukan MMI, FPI, bukan
JAT, bukan HTI, bukan IJABI, dan bukan yang lainnya. Bahwasannya
kemudian, banyak kader-kader HMI yang pasca organisasi, menjadi aktivis
ormas keagamaan tertentu, itu bukti bahwa HMI merupakan organisasi kader
yang dibutuhkan oleh umat dan bangsa.
Namun, semua menyadari, tak ada
satupun yang berhak mengklaim keberislaman HMI. Di akhir tulisan ini,
saya mengutip pernyataan saya dalam Dirgahayu HMIku, HMImu, HMI Kita:
“HMI kita adalah organisasi ekstrauniversiter yang tampil dengan wajah
warna warni, baik faham keislaman maupun dalam faham keindonesian. HMI
kita merupakan “tenda besar” yang mengayomi terhadap keanekaragaman
aliran dalam Islam maupun dalam Indonesia. HMI organisasi kemahasiswaan
yang terbuka pada ragam aliran tersebut. Tak ada bedanya, antara sunni
dan syiah, antara kaum liberal dan kaum sosialis. Semua memiliki
kedudukan yang sama di hadapan konstitusi dan organisasi. Keterbukaan
dan keluwesan ini yang mendorong HMI kita tak terjebak pada pemikiran
dan gerakan ekstrim. Para aktivisnya dituntut untuk saling memberi dan
menerima perbedaan yang ada. Perbedaan bukan sesuatu yang tabu,
melainkan itu sunatullah untuk menguji makhluk dalam menerima kebenaran
dan berpegang teguh pada kebenaran tersebut. Sebab, tiap orang pada
hakekatnya cendrung pada “kebenaran”.
*Moch Eksan, Presidium Majlis
Daerah KAHMI (Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) Jember.
http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/05/hmi-bukan-syiah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar